FOMO & Hype: Efek Algoritma Media Sosial di Borosnya Finansial Kita

Media sosial sekarang sudah menjadi bagian rutinitas sehari hari untuk banyak orang. Dari bangun tidur sampai sebelum tidur lagi, kita selalu scrolling, entah buat hiburan, cari informasi, atau sekadar melihat update dari teman. Tapi di balik itu semua, ada dampak yang jarang kita sadari: cara kita memandang dan mengelola uang ikut berubah karena apa yang kita lihat di layar.

Di sini lah istilah kata FOMO atau fear of missing out itu muncul akibat terjebak dalam hype dan tekanan gaya hidup, kita bisa melihat bahwa pengaruh dari media sosial itu besar terhadap perilaku finansial kita. Jadi, bagaimana sih peran media sosial bisa mempengaruhi kebiasaan finansial kita dan menghadapinya dengan cara apa?

1. Efek FOMO dan Tekanan Sosial

FOMO adalah salah satu faktor paling besar yang bikin orang mengeluarkan uang lebih dari rencana. Di media sosial, kita jarang banget melihat “realita penuh” seseorang. Yang ditampilkan biasanya cuma highlight terbaik: liburan mewah, gadget terbaru, atau gaya hidup fancy. 

Masalahnya, otak kita sering membandingkan diri dengan apa yang kita lihat. Kalau nggak hati-hati, perbandingan ini berubah jadi tekanan sosial: Kalau mereka bisa, gue juga harus bisa.” Akhirnya, muncullah belanja impulsif hanya demi ikut-ikutan.

2. Belanja Impulsif yang Didukung Algoritma

Media sosial ini bukan cuma tempat sharing, tapi juga mesin iklan yang sangat cerdas. Algoritma tahu banget apa yang kita suka, produk apa yang sering kita lihat, sampai warna atau gaya barang yang paling sering menarik perhatian kita. Strategi ini bikin kita lebih mudah tergoda untuk belanja tanpa mikir panjang.

Padahal, belanja impulsif ini sering bikin pengeluaran bocor. Alih-alih fokus pada kebutuhan utama, uang malah habis buat hal-hal kecil tapi sering. Efeknya baru terasa di akhir bulan: dompet tipis, tabungan nggak nambah.

3. Hype dan Tren yang Sering Bikin Boros

Kekuatan hype di media sosial itu luar biasa. Masih ingat dengan tren kopi dalgona, skincare viral, atau produk limited edition? Semua orang seakan berlomba punya barang itu biar nggak ketinggalan. Masalahnya, hype biasanya punya umur pendek. Barang atau pengalaman yang awalnya terlihat “wajib punya”, setelah beberapa bulan bisa aja nggak relevan lagi. Tapi uang yang sudah keluar nggak bisa balik.

Inilah yang bikin banyak orang merasa “kok aku gampang banget nyesel setelah beli sesuatu”. Karena keputusan diambil bukan dari kebutuhan, melainkan dari tren sesaat.

4. Ilusi Kekayaan di Media Sosial

Satu hal yang sering dilupakan: media sosial penuh dengan ilusi. Banyak orang tampil seolah kaya, padahal bisa jadi dibiayai kartu kredit, cicilan, atau bahkan utang.

Masalahnya, kita sering terjebak membandingkan “behind the scene” hidup kita dengan “highlight” orang lain. Akibatnya, muncul rasa tidak cukup. Perasaan ini berbahaya karena bisa mendorong kita untuk “mengejar” standar yang sebenarnya palsu.

5. Cara Menghadapi Pengaruh Media Sosial ke Finansial

Biar nggak terus-terusan “terjebak” arus, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:

  1. Sadar dengan pola konsumsi pribadi. Catat apa aja yang bikin kamu tergoda belanja setelah lihat media sosial.
  2. Bedakan kebutuhan dan keinginan. Kalau ragu, coba tunggu 24 jam sebelum membeli sesuatu atau coba merujuk pada YONO (you only need one) di mana kita hanya perlu 1 barang per kebutuhan. Varian hanya pelengkap saja.
  3. Buat anggaran khusus untuk FOMO. Realistis aja: kadang kita tetap pengen ikut tren. Jadi alokasikan dana khusus biar nggak ganggu kebutuhan pokok. Anggaran ini bisa diletakkan pada tabungan yang menawarkan bunga harian flat 3% p.a. seperti GoMax Savings agar uangnya juga bertumbuh.
  4. Kurangi paparan konten konsumtif. Kalau ada akun yang bikin kamu terus merasa “kurang”, coba unfollow atau mute.
  5. Isi feed dengan konten finansial sehat. Biar algoritma bekerja untuk kebaikan kamu.

Media sosial memang kuat banget mempengaruhi cara kita mengelola uang. FOMO, hype, dan tekanan sosial bisa bikin pengeluaran membengkak tanpa sadar. Tapi, dengan kesadaran dan strategi yang tepat, kita tetap bisa memanfaatkan media sosial sebagai alat positif, bukan jebakan.

Pada akhirnya, balik lagi ke kendali diri. Media sosial hanya cermin, yang menentukan langkah finansial tetap kita sendiri.

Start typing and press enter to search